Suatu hari dalam hidupku, kau dan aku bertemu. Masih jelas di ingatanku sosokmu yang memukauku. Lidahku jadi kelu, mulutku terkatup rapat karena malu. Setiap malam, bayangmu menari-nari dalam benakku.
Ada sejuta alasan mengapa aku begitu memujamu. Kau menyinari relung gelap hatiku. Kau satu-satunya orang yang ingin kurengkuh. Kau yang bertanggung jawab atas segala rindu. Kau adalah yang teristimewa bagiku.
Tanda-tandanya sudah jelas: aku menyukaimu. Tetapi, bagaimana caranya untuk mendekatimu? Kau begitu jauh, sulit kuraih dengan jari-jemariku.
Dan semakin lama, aku mulai menyadari satu hal. Bahwa kau dan aku mungkin ditakdirkan tak bisa bersatu...
-------------------------------------------------------------------------------------[SPOILER ALERT]
Di sekolah inilah kisah dimulai. Cessa dan Benji dicap sebagai pasangan bangsawan. Mereka tak pernah terpisahkan, sampai tahun ajaran baru dimulai. Selama dua tahun bersekolah, Cessa dan Benji selalu duduk bersampingan, tapi tidak untuk tahun ketiga ini. Cessa harus duduk berjauhan dari Benji. Dari sinilah Cessa bertemu Surya, sang jenius yang kurang mampu.
Awalnya Cessa terlihat tidak suka pada Surya, mengingat statusnya sebagai orang miskin. Cessa menganggap orang miskin itu tidak berguna. Tapi pada suatu hari, pemikiran Cessa tentang Surya berubah saat Surya menolongnya. Sikap Cessa pada Surya melunak. Ia merasakan sesuatu yang berbeda pada Surya. Sejak saat itu, Cessa memutuskan untuk mulai mengenal Surya lebih dalam.
Di lain sisi, Benji bertemu dengan seorang gadis penjual roti di kantin, Bulan. Bulan adalah adik dari Surya. Satu saat, Benji dan Cessa berkunjung ke rumah Surya dan Bulan, Benji memerhatikan Bulan yang sedang memasak untuk makan malam--mengingat orang tua Surya dan Bulan sudah tiada. Benji juga pernah melihat Bulan yang berlatih memanah. Benji pun sadar kalau Bulan adalah gadis yang berbeda dari satu-satunya gadis yang selama ini melekat dalam hidupnya--Cessa.
Kehidupan antara Cessa, Benji, Surya dan Bulan pun dimulai. Mereka jadi sering meluangkan waktu bersama. Cessa sering mengikuti "jam pelajaran" bersama Surya di perpustakaan--dengan Surya sebagai "gurunya". Cessa yang lemah dalam pelajaran, sekarang merasa belajar menjadi lebih menyenangkan bersama Surya. Sedangkan Benji, ia sering meluangkan waktunya--saat Cessa sedang di perpustakaan--untuk melihat permainan Bulan.
Cessa pun menyadari perasaannya pada Surya. Cessa akhirnya menyatakan perasaannya pada Surya. Jauh dalam hati Surya, sebenarnya ia juga menyukai Cessa. Tetapi Surya bimbang, mengingat kedekatan Benji dengan Cessa.
Pada akhirnya, Cessa dan Surya pun resmi berpasangan. Begitu juga dengan Benji dan Bulan. Sejak saat itulah banyak hal berubah di antara Cessa dan Benji. Kecuali satu: Benji dan Cessa tetap tak bisa dipisahkan. Walaupun Cessa sudah memiliki sosok seorang lelaki untuk menjaganya, dan Benji sudah memiliki sosok seorang gadis untuk dijaganya, Benji harus tetap menjaga Cessa. Sebesar apapun usaha Surya untuk menjaga Cessa, ia tak akan pernah berhasil.
Karena Benji memiliki sesuatu yang tidak dimiliki oleh Surya.
Darahnya. Benji dan Cessa memiliki golongan darah yang sama. Keduanya sama-sama langka. Golongan darah AB rhesus negatif. Mengingat Cessa menderita penyakin von Willebrand disease, menyebabkannya tidak bisa terpisah dari Benji.
Hubungan Cessa dan Surya, serta Benji dan Bulan tidak berjalan lancar, sejak kasus "penyelamatan-Benji-pada-Cessa" yang dianggap teman-temannya berlebihan. Namun mereka semua tak tahu alasan di balik semuanya. Termasuk Surya dan Bulan. Meski begitu, Cessa dan Benji memutuskan untuk tetap merahasiakan kondisi Cessa.
Bagaimana hubungan mereka berempat pada akhirnya? Baca saja novelnya :D
-------------------------------------------------------------------------------------
Karya kak Orizuka yang kali ini menurutku tidak mengecewakan. Benar-benar disusun dengan apik dan indah. Mungkin memang penokohannya terasa klise (aduh, tapi rasanya ga ada tokoh berlatar sekolah yang ga klise, ya? hahaha kalo dibikin ga klise, jatoh-jatohnya nanti ga "sekolahan" banget gitu hahaha). Tentang orang kaya yang--ehm--lemah dalam pelajaran, dan si miskin yang begitu pintar.
Aku benar-benar menikmati waktu baca buku ini. Alurnya mengalir dengan indah. Sehari juga selesai--padahal lumayan tebal. Baca ini ga ngebosenin deh.
Well, Since I've read the spoiler of this book before, jadi kurang mengena aja sih taste-nya. Tapi tetap, chemistry di antara Surya dan Cessa terasa, koq. Dan mungkin juga, karena udah keburu baca spoiler, gue jadi ga nangis gitu pas bagian perpisahan Cessa. Sedih sih iya, tapi ga sampe nangis. Karena itu juga gue ga ngerasa kalo penggambaran Cessa dan Benji di awal itu ga lebay lebay banget. Tapi yeah, walaupun gitu, tetap ga ngehilangkan taste sesungguhnya saat ngebaca ini.
Suka sama penggambaran karakter Cessa yang benar-benar sempurna. Naifnya si Cessa kerasa banget. Keluguannya, kepolosannya.... Paling ngena waktu bagian dia mantengin kacang ijo yang numbuh itu. Kayak... ah susah dijelasin deh.
Sedikit-banyak, buku ini juga "berisi". Maksudnya bukan cuma sekedar romance aja gitu. Dengan adanya karakter Surya yang jenius, bisa menambah wawasan juga saat baca buku ini. Terus juga tentang penyakit vWB-nya si Cessa, baru sekarang denger. Biasa kan kyaknya yang sering dipake di novel itu mainstream banget.
Kalo ditanya bagian yang paling disuka, hmm momen-momen pas Cessa sama Surya di perpustakaan. Belajar dibuat jadi asyik sama si Surya, hahaha. Bagian paling mengerikan? Tiap kali Cessa berdarah dan dijelaskan secara detail proses penanganan Benji pada Cessa. Bagian paling paling mengerikan, hmm waktu Cessa nangis darah. Serius deh, tiap kali bagian-bagian Cessa berdarah, gue keikut merinding.
Bagian mengharukan di buku ini ngena banget. Waktu perpisahan Cessa sama teman-temannya, waktu foto bersama abis buat kompos, waktu si Cessa sama Surya ke Ancol, semuanya ngena banget deh. Suka. Tapi ga ngerti kenapa, tetep aja ga nangis.
Pas Cessa pendarahan di kepala, sempat kepikir yakali si Cessa meninggal. Tapi masih rada tebel juga, ga mungkin kan. (Padahal udah baca spoiler) Mungkin kalo belom baca spoiler bisa jadi lebih tegang kali ya? Terus pas Cessa amnesia itu, kirain bakal membengkak ceritanya, untung kaga deh. But tbh, bagian amnesia itu agak janggal ya. Rasanya kayak ga perlu gitu--menurut gue. Amnesianya juga koq cepet gitu ya. Bingung. Emang bisa gitu kali yah? Yaahh gue bukan anak kedokteran sih, anak IPA aja baru dua minggu, hahaha.
Dua lagi yah. Suka sama cover-nya. ♥
Terakhir, suka sama ending cerita yang ber-setting di New York. Udah gitu di New York nya juga pas part di taman itu, kirain bakal ke Central Park yang sering banget dipake untuk "gambarin" New York. Ternyata nggak yah. Di Bryant Park ini.
Well, Since I've read the spoiler of this book before, jadi kurang mengena aja sih taste-nya. Tapi tetap, chemistry di antara Surya dan Cessa terasa, koq. Dan mungkin juga, karena udah keburu baca spoiler, gue jadi ga nangis gitu pas bagian perpisahan Cessa. Sedih sih iya, tapi ga sampe nangis. Karena itu juga gue ga ngerasa kalo penggambaran Cessa dan Benji di awal itu ga lebay lebay banget. Tapi yeah, walaupun gitu, tetap ga ngehilangkan taste sesungguhnya saat ngebaca ini.
Suka sama penggambaran karakter Cessa yang benar-benar sempurna. Naifnya si Cessa kerasa banget. Keluguannya, kepolosannya.... Paling ngena waktu bagian dia mantengin kacang ijo yang numbuh itu. Kayak... ah susah dijelasin deh.
Sedikit-banyak, buku ini juga "berisi". Maksudnya bukan cuma sekedar romance aja gitu. Dengan adanya karakter Surya yang jenius, bisa menambah wawasan juga saat baca buku ini. Terus juga tentang penyakit vWB-nya si Cessa, baru sekarang denger. Biasa kan kyaknya yang sering dipake di novel itu mainstream banget.
Kalo ditanya bagian yang paling disuka, hmm momen-momen pas Cessa sama Surya di perpustakaan. Belajar dibuat jadi asyik sama si Surya, hahaha. Bagian paling mengerikan? Tiap kali Cessa berdarah dan dijelaskan secara detail proses penanganan Benji pada Cessa. Bagian paling paling mengerikan, hmm waktu Cessa nangis darah. Serius deh, tiap kali bagian-bagian Cessa berdarah, gue keikut merinding.
Bagian mengharukan di buku ini ngena banget. Waktu perpisahan Cessa sama teman-temannya, waktu foto bersama abis buat kompos, waktu si Cessa sama Surya ke Ancol, semuanya ngena banget deh. Suka. Tapi ga ngerti kenapa, tetep aja ga nangis.
Pas Cessa pendarahan di kepala, sempat kepikir yakali si Cessa meninggal. Tapi masih rada tebel juga, ga mungkin kan. (Padahal udah baca spoiler) Mungkin kalo belom baca spoiler bisa jadi lebih tegang kali ya? Terus pas Cessa amnesia itu, kirain bakal membengkak ceritanya, untung kaga deh. But tbh, bagian amnesia itu agak janggal ya. Rasanya kayak ga perlu gitu--menurut gue. Amnesianya juga koq cepet gitu ya. Bingung. Emang bisa gitu kali yah? Yaahh gue bukan anak kedokteran sih, anak IPA aja baru dua minggu, hahaha.
Dua lagi yah. Suka sama cover-nya. ♥
Terakhir, suka sama ending cerita yang ber-setting di New York. Udah gitu di New York nya juga pas part di taman itu, kirain bakal ke Central Park yang sering banget dipake untuk "gambarin" New York. Ternyata nggak yah. Di Bryant Park ini.
Ok, kesimpulan akhirnya, ya. Overall, buku ini recommended. Untuk ukuran cerita berlatar sekolahan, novel ini ga masuk ke dalam kategori yang norak gitu. Sama sekali ngga deh. Juga dengan latar kisah hidup anak SMA, plot novel ini ga terlalu sekolahan, malah cenderung berat untuk anak sekolah ya. Tapi ga sampe berat-berat banget kayak Harry Potter sih (ya ampun iyalah, genre-nya beda gitu -_-) Dengan ketidakbiasaan inilah, jadinya gue ga bosen baca novel ini.
Yeap. 4.5 stars out of 5 stars.
------------------------------------------------------------------
Bagian terbaik menurut gue. Beserta quotes-nya. ♥ credit kepada GagasMedia dan kak Orizuka.
"Nggak apa-apa? Gue jalannya lambat."
"Nggak apa-apa. Selambat apapun lo jalan, gue ikutin," kata Surya.
Hal 103
Surya menoleh kepada Cessa. "Lo harus mensyukuri apa yang lo punya sebelum semuanya hilang."
Hal 141
"Selama ini gue ganggu, ya?" Cessa menatap Surya penuh perasaan bersalah. "Maaf ya, gue nggak sadar. Gue emang bodoh."
Cessa akan mengetuk kepalanya sendiri saat tangan Surya menghentikannya.
"Lo nggak ganggu," kata Surya pelan, masih menggenggam tangan Cessa yang gemetar.
"Kalo... kalo gue tetep dateng ke sini, nggak apa-apa?" tanya Cessa. "Gue bakal duduk jauh-jauh, kok. Gue nggak akan ganggu. Gue nggak akan tanya-tanya lagi. Boleh ya?
Entah mengapa, hati Surya terasa sakit mendengar kata-kata Cessa.
"Lo juga nggak usah peduliin gue lagi. Lo fokus sama pelajaran aja." Cessa berusaha tersenyum dengan bibir bergetar. "Gue suka lo dari jauh aja. Kalo gitu, boleh kan?"
Hal 167
"Kenapa kita nggak fokus sama kesamaan kita?" Benji tersenyum lagi pada Bulan. "Kenapa harus sibuk mengurusi perbedaan?"
Hal 181
Cessa mengangguk. "Gue tetap bintang yang paling terang. Walaupun paling cepat mati, gue nggak akan menyesal."
Jari Surya berhenti menyusuri punggung buku. Ia menoleh kepada Cessa yang tampak bersandar di rak, menatap langit-langit perpustakaan.
"Yang penting, gue udah menerangi mereka yang membutuhkan cahaya gue." Cessa menatap Surya. "Bener, kan?"
Hal 241
"Maaf kalo gue masih egois sampe terakhir." Cessa menatap Surya. "Gue cuma mau pergi tanpa penyesalan. Gue minta maaf kalo jadi beban buat lo lagi."
Surya meneguk ludah. "Nggak apa-apa."
Cessa kembali menatap matahari yang mulai menghilang di balik laut luas. "Maaf karena gue bikin lo kehilangan beasiswa lo."
"Itu..." Surya membasahi bibir. "Itu bukan salah lo. Gue pasti bisa tanpa beasiswa itu."
Cessa menatap Surya nanar. "Kalo gue bukan anak orang kaya... kalo gue nggak lemah. Ceritanya akan berbeda kan?"
Selama beberapa saat, yang terdengar hanya suara ombak yang berdebur ke bibir pantai.
"Gue nggak menyesal semua ini terjadi," kata Surya akhirnya. "Jadi lo seharusnya juga jangan. Karena semua ini memang seharusnya terjadi."
Cessa mengangguk. "Gue nggak menyesal, kok. Lo salah satu hal terbaik yang pernah terjadi dalam hidup gue. Gue seneng bisa ketemu sama lo."
Hal 307
"Aku egois banget, kan?" tanya Cessa, setetes air matanya jatuh. "Aku orang paling egois di dunia. Aku mengambil hak kamu sebagai manusia. Aku mengambil kebebasan kamu."
Benji menggeleng. "Nggak, Cess..."
"Nggak pernah sekali pun aku mikirin perasaan kamu. Mikirin apa yang kamu mau perbuat dalam hidup kamu. Karena selama ini seluruh hidup kamu adalah tentang aku."
Benji menatap ke arah lain, berusaha menahan emosi.
"Setelah semua kejadian ini, aku baru sadar kalau selama ini aku udah membuat kamu mengorbankan segalanya." Tanpa sadar, Cessa meraba tanda pengenal yang masih ia pakai. "Maaf aja nggak cukup, kan Ben?"
"Jangan minta maaf, Cess. Kamu nggak salah apa-apa. Ini memang tanggung jawabku. Aku yang bersedia menjaga kamu."
Cessa menggeleng. "Kamu seharusnya menjaga perempuan yang kamu cintai, dan orang itu bukan aku. Dan aku benci diriku sendiri yang membuat kamu nggak bisa melakukannya."
Hal 355-356
"Dia pergi supaya bisa belajar mandiri, nggak tergantung sama orang lain. Setelah ketemu lo, dia juga jadi sadar cita-citanya, dan dia di sana mau sekolah fashion," kata Benji lagi. "Jadi jangan pikir kalo dia pergi karena pengin ninggalin lo. Karena dia nggak bisa membebani lo, jadi inilah satu-satunya cara supaya dia terus mengingat lo. Mengejar cita-citanya sendiri."
Surya menggeleng-geleng, masih belum bisa menerima. "Kenapa... dia harus menjalani ini sendirian? kenapa dia yang harus menanggung semua bebannya?"
"Mungkin karena selama ini dia merasa jadi beban semua orang," jawab Benji, membuat Surya melotot. "Ini saatnya dia melepas beban itu."
...
"Kalau pengin dia bahagia, lo harusnya jangan menyesali keputusan dia," kata Benji. "Sebaliknya, lo harus mendukungnya supaya dia bisa berdiri di atas kakinya sendiri. Bukan begitu?"
Hal 367
"Kenapa... kenapa lo bisa nemuin gue?"
"Karena lo yang paling terang di antara mereka semua," jawab Surya, membuat Cessa menatapnya dengan mata berkaca-kaca. "Di antara sejuta lebih penduduk Manhattan, lo yang paling terang. You're literally, one in a million."\
Hal 378
Thanks for your review :) agak janggal sebenarnya itu penyakitnya, Von Willebrand salah satu jenis hemofilia dan yang bikin janggal penderita hemofilia itu cuma cowok, cewek biasanya hanya carier atau pembawa. Kalau menurut hukum Mendel kalau cewek kena hemofilia pasti letal a.k.a mati. Jadi rada ga masuk akal aja Cessa bisa hidup sampai besar :D
ReplyDelete